Berlemah Lembut Sesama Muslim

Viralnya pembubaran kajian secara paksa sangat miris di telinga kaum muslimin, bahkan hal ini menimbulkan banyak kejanggalan dan pertanyaan di benak kita tentang keislaman masyarakat Indonesia.

Bagaimana Islam yang ada di hati kaum muslimin Indonesia? Apakah mereka benar-benar menginginkan agama Islam sebagai agama yang benar yang mengungguli segala agama? Apakah dakwah mereka murni karena meninggikan kalimat Allah? Ataukah ada hal lain yang tersimpan di hati mereka sehingga mereka saling bermusuhan, menyimpan dendam, dan menebar kebencian kepada sesama?

Padahal saat pembubaran sebentar lagi bulan Ramadhan tiba. Padahal kaum muslimin saat ini sedang terpuruk dan tertinggal. Bahkan kaum muslimin di Ghaza dibunuh dan dibantai habis-habisan oleh Zionis laknatullah. Lalu mengapa di tengah situasi yang tertinggal dan terpuruk kita justru saling menjatuhkan dan bermusuhan? Kapan umat Islam akan bangkit jika yang dilihat dan disaksikan adalah menebar kebencian, dan dendam? Bagaimana jika berbeda pendapat sedikit saja sudah bisa menimbulkan rasa benci?

Sesama Ahlussunah berlemah lembut

Bukankah Allah SWT. telah menyebutkan dalam Al-Qur’an jika sesama muslim itu saling bersaudara, dan apabila kita mendapati salah satu dari kedua saudara kita bertengkar maka yang dianjurkan adalah mendamaikan keduanya. Allah berfirman, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)

Namun mengapa kita hidup tidak sebagaimana saudara, kita justru saling bermusuhan, saling menebar kebencian dan menganggap kelompok kita lebih benar di atas kelompok ahlussunah yang lain. Kenapa kita begitu mudah terpecah belah dibanding bersatu dan bersama-sama saling bahu membahu meninggikan kalimat Allah. Bukahkah ini yang harusnya kita lakukan jika dakwah kita memang murni untuk Allah, yaitu bersatu dan bergandengan tangan meninggikan agama Allah.

Allah berfirman, “Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imron: 103).

Allah juga berfirman, “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat.” (QS. Ali Imron: 105).

Instropeksi dan hilangkan ego

Sebagai sesama saudara maka kita seharusnya mengerti bagaimana melihat kaum muslimin yang lain. Ketika melihat saudara kandung kita mengerti bahwa saudara kita masih banyak kekurangan. Mereka punya aib dan ketidakpahaman terhadap suatu masalah. Namun kita bisa memakluminya dan bisa menerimanya serta tetap menganggapnya sebagai saudara yang perlu dibantu dan dijaga kehormatannya.

Seharusnya begitu juga cara pandang kita kepada sesama muslim, yaitu seperti kita memandang saudara sendiri. Mereka pasti ada kekurangan, kurang paham, kurang baik ibadahnya, dan kekurangan yang lainnya. Namun kita tetap menganggapnya sebagai saudara.

Kita justru harus membimbingnya dengan penuh kesabaran dan lemah lembut. Bukan dengan kekerasan, teriakan, cacian, dan umpatan. Jika kita melakukan demikian, maka selamanya kita tidak akan bisa bersama. Allah berfirman, “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (QS. Ali Imran : 159). Karena itu kita harus sabar dalam berteman dan bergaul dengan sesama.

Penulis: Ridha Sangpangesti Murti S.T.P.