Adab kepada Ilmu di Era Digital: Menjaga Etika dalam Lautan Informasi
Disusun Oleh: Nur Pratiwi Noviati, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Pendahuluan
Di era digital saat ini, kita hidup dalam limpahan informasi yang begitu mudah diakses. Kemajuan teknologi memberikan kemudahan kita untuk mengakses berbagai macam informasi. Ilmu pengetahuan tidak lagi tersimpan dalam bentuk buku di rak-rak perpustakaan, namun telah tersedia dalam genggaman tangan yaitu melalui ponsel pintar dan jaringan internet. Buku-buku, jurnal-jurnal, hingga video edukasi tersebar luas di berbagai platform digital. Kemudahan ini tentu merupakan nikmat besar dari Allah SWT. Namun dengan adanya kemudahan tersebut, maka akan diikuti pula dengan tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk membicarakan kembali tentang adab terhadap ilmu, khususnya dalam konteks era digital.
Menurut pandangan Islam, ilmu dianggap sebagai cahaya yang membimbing umat menuju kebenaran. Rasulullah SAW bersabda,
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Artinya: “Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim).
Namun, untuk sampai pada manfaat ilmu yang hakiki, adab menjadi kunci utama. Adab merupakan dasar utama yang membentuk cara pandang, sikap, dan tindakan kita terhadap ilmu, proses belajar, guru dan juga terhadap sesama penuntut ilmu. Tanpa adab, ilmu bisa berubah menjadi boomerang bagi kita (misalnya membuat kita menjadi sombong, merasa paling benar dan bahkan bisa menimbulkan fitnah).
Makna Adab kepada Ilmu
Adab kepada ilmu mencakup segala bentuk penghormatan terhadap ilmu dan proses mencapainya. Adab kepada ilmu ini meliputi bagaimana menetapkan niat yang benar, menerapkan kesungguhan dalam belajar, memberikan penghargaan terhadap guru dan sesama pencari ilmu, serta kesediaan untuk mengamalkan dan menyebarkan ilmu dengan cara yang santun dan juga bertanggung jawab. Adab bukan sekadar etika formal, melainkan ruh yang menjaga kemuliaan ilmu. Ia mencegah kita dari sifat takabbur (sombong karena ilmu), ujub (bangga diri), dan dari menyalahgunakan ilmu untuk kepentingan duniawi. Pada konteks pendidikan di era digital, adab bisa menjadi menjadi pembeda antara pencari kebenaran dan pemburu popularitas.
Tantangan Adab Ilmu di Era Digital
Meskipun akses terhadap ilmu semakin terbuka, era digital membawa sejumlah tantangan yang tidak ringan terhadap adab dalam menuntut ilmu. Beberapa di antaranya adalah:
- Tergesa-gesa dalam menyimpulkan ilmu
Kita semakin sering mendengar cerita bahwa ada saja orang yang merasa sudah ‘berilmu’ hanya dengan menonton satu video singkat atau membaca satu postingan di media sosial. Padahal, dalam tradisi keilmuan Islam, proses belajar menuntut waktu, kesabaran, dan bimbingan. Ilmu tidak dapat diperoleh secara instan. - Ilmu tanpa guru
Salah satu prinsip penting dalam menuntut ilmu adalah belajar langsung dari guru yang kompeten. Di era digital, bisa kita temui orang-orang mengambil ilmu hanya dari internet tanpa mengetahui latar belakang keilmuan penyampainya. Hal tersebut dapat menyebabkan mereka terjebak pada informasi yang tidak terbukti kebenarannya.
- Menyebarkan ilmu tanpa verifikasi
Budaya ‘copas’ atau menyebarkan kutipan keislaman tanpa memeriksa keaslian dan kebenarannya menjadi kebiasaan buruk di media sosial. Akibatnya, tersebar informasi yang keliru sehingga menyebabkan kesalahpahaman dalam memahami suatu ilmu.
- Kurangnya etika dalam diskusi ilmiah
Dunia digital sering memicu perdebatan yang tidak sehat. Sebagian kalangan akademik dan penuntut ilmu dari berbagai disiplin keilmuan, termasuk keagamaan, sains, sosial, dan pendidikan, kerap terlibat dalam perdebatan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip etika komunikasi ilmiah. Sering kali interaksi dalam perdebatan justru disertai dengan perilaku meremehkan, serangan ad hominem, dan eskalasi konflik perbedaan pandangan. Hal ini bertentangan dengan etos keilmuan dalam tradisi Islam maupun akademik yang menjunjung tinggi adab dan integritas dalam dialog intelektual.
Adab terhadap Ilmu dalam Dunia Digital
Berikut ini terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan dalam menuntut ilmu maupun menyampaikan ilmu antara lain yaitu:
- Luruskan Niat
Awal dari segala adab adalah niat. Niatkan menuntut ilmu untuk mencari ridha Allah, memperbaiki diri, dan memberi manfaat bagi umat. Jangan niatkan ilmu untuk kepentingan pribadi, perdebatan, atau sekadar konten.
- Pilih Sumber yang Sahih dan Terpercaya
Tidak semua yang ada di internet bisa dipercaya. Ikutilah forum ilmu dari para guru yang jelas sanad keilmuannya. Periksa latar belakang keilmuannya dan jangan mudah terpancing dengan gaya penyampaian yang tampak meyakinkan namun tidak terbukti secara ilmiah.
- Belajar dengan Kesabaran dan Ketekunan
Jangan merasa cukup dengan video pendek atau ringkasan materi. Kita harus mempeelajari ilmu dari sumber-sumber yang lebih lengkap, baik dengan mengikuti kelas atau forum ilmiah secara rutin, dan juga dapat memanfaatkan bimbingan dari para ahli ketika menemui kesulitan. Proses belajar sejati membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga, dan komitmen jangka panjang.
- Jaga Etika dalam Berdiskusi
Ketika berdiskusi di media sosial atau forum daring, jaga adab sebagaimana berdiskusi langsung. Hindari debat kusir, hujatan, dan kata-kata kasar. Hormatilah jika menemukan pendapat yang berbeda, dan utamakan untuk tetap menunjukkan akhlak yang baik.
- Sebutkan Sumber Ilmu dengan Jujur
Ketika kita menyampaikan suatu informasi yang merujuk pada buku, artikel ilmiah, pendapat ahli, atau materi digital, maka kita harus mencantumkan referensi secara eksplisit dan akurat. Hal tersebut tidak hanya menunjukkan apresiasi terhadap otoritas sumber ilmu, namun juga merupakan wujud integritas akademik serta upaya kita dalam mempertahankan kredibilitas ilmu.
Teladan Para Ulama dalam Menjaga Adab Ilmu
Para ulama memberikan teladan luar biasa dalam menjaga adab kepada ilmu. Abu Abdurrahman Baqi bin Makhlad al-Qurthubi rela mengembara jauh ke Baghdad untuk mencari ilmu dan berguru kepada Imam Ahmad bin Hanbal. Selanjutnya dalam kitab Shifat al-Shafwah, Imam Ibnu Jauzi (510-597 H) mencatat Riwayat tentang sikap Imam Malik bin Anas yang dengan tegas menjawab tidak mengerti suatu persoalan dengan baik, ketika ada seorang laki-laki yang telah melakukan perjalanan jauh untuk bisa bertanya kepada beliau mengenai permasalahannya. Hal tersebut beliau lakukan karena memang beliau tidak benar-benar memahami persoalannya. Selain itu, Imam Nawawi dalam Muqaddimah Syarh Muslim, menyebutkan bahwa adab adalah kunci keberkahan ilmu. Bahkan, sebagian ulama mengatakan bahwa adab adalah bagian dari ilmu itu sendiri. Ilmu yang tidak disertai adab maka dapat kehilangan nilai keberkahan dan kurang optimal dalam memberikan dampak positif yang bagi individu maupun masyarakat.
Kesimpulan
Adab terhadap ilmu merupakan dasar yang memberikan pengaruh secara menyeluruh pada proses pencarian pengetahuan. Di era digital, di mana ilmu bisa diakses dengan mudah, tantangan menjaga adab menjadi semakin besar. Kita dituntut untuk lebih berhati-hati, lebih bertanggung jawab, dan lebih berakhlak dalam menyikapi setiap informasi yang kita terima dan sebarkan. Teknologi digital adalah alat, bukan tujuan. Apabila dimanfaatkan dengan niat yang tulus, adab yang tepat, serta komitmen terhadap tanggung jawab keilmuan, maka ia dapat menjadi sarana pembelajaran yang optimal dan berdaya guna. Namun jika digunakan sembarangan dapat memberikan dampak yang negatif. Mari kita hidupkan kembali adab dalam setiap proses mencari dan menyampaikan ilmu, karena dengan adab, ilmu akan menjadi cahaya yang membimbing hidup kita menuju ridha Allah SWT.
Daftar Pustaka
Abror, M. (2023). Teladan Kesungguhan Murid Imam Ahmad dalam Menuntut Ilmu. https://kemenag.go.id/hikmah/teladan-kesungguhan-murid-imam-ahamad-dalam-menuntut-ilmu-Vlebz#:~:text=sampai%20hari%20ini.-,Dikisahkan%2C%20sekali%20waktu%20Baqi%20melakukan%20perjalanan%20jauh%20dari%20Makkah%20ke,kepada%20Imam%20Ahmad%20bin%20Hambal.
Akhyar, Y. (2008). Metode belajar dalam kitab ta’lim al-muta’allim thariqat at-ta’allum (telaah pemikiran tarbiyah az-zarnuji). Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.7(2), 311-342.
Al-Fatih, A. (2020). Tantangan etika ilmu di era media sosial. Jurnal Filsafat dan Dakwah Islam, 5(1), 45–60. https://ejournal.stai.edu/fildak
Maulidna, F., Ulfi, K., Mulia, A., Ramadhan, A.Z., & Saleh, M. (2025). Etika dakwah di media digital: Tantangan dan solusi. Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam, Vol.3(2), 315-336.
Mulya, A.S. & Hanifah, S. A. (2025). Integrasi ilmu dan adab dalam pendidikan digital: Refleksi pertemuan zoom di pondok modern Darussalam gontor. Shibghoh: Prosiding Ilmu Kependidikan UNIDA Gontor, Vol.3, 607-619.
Sulaiman bin Ash’ath, I.H.A.D. (2008). Sunan Abu Dawud (Vol. 4). Riyadh: Darussalam.
Zahara, M.A. (2019). Ketika Imam Malik bin Anas Menjawab ‘Tidak Tahu’. https://nu.or.id/hikmah/ketika-imam-malik-bin-anas-menjawab-tidak-tahu-KpzGL