Memaknai ‘Keunikan’ Student Government
Social control dan agent of change adalah dua istilah yang tak sulit ditemukan pada fase awal perkuliahan. Dua istilah ini dianggap menjadi pintu masuk pembeda antara mahasiswa dan siswa secara garis besar. Kata-kata ini juga kerap digunakan sebagian mahasiswa senior maupun pimpinan universitas dalam rangka memerkenalkan mahasiswa baru pada tanggung jawab dan peranannya sebagai mahasiswa, tak terkecuali melalui jalur kelembagaan.
Berbeda dengan kampus lain, kelembagaan di Universitas Islam Indonesia (UII) memiliki positioning yang terbilang cukup unik. Bukan hanya independen, tetapi juga memiliki dinamika politik yang bermain di dalamnya. Dunia kelembagaan UII ini bernama Student Government (SG) yang juga disebut sebagai “dapur” mahasiswa dalam berlembaga. SG menjadi pokok bahasan dalam seminar Students Government Center pada Sabtu (6/4), di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito UII.
Acara yang diselenggarakan oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) ini menghadirkan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni UII, Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag. sebagai pembicara utama. Acara mengusung tema Mengembangkan softskill mahasiswa melalui semindar dan pelatihan kelembagaan guna terwujudnya Implementasi peran fungsi mahasiswa dalam berlembaga.
Dalam materinya, Rohidin menyampaikan konsep SG, bahwa sistem ini mencakup intervensi, kolaborasi, dan mandiri. Menurutnya, pada tahun 1998 kita ingat rezim Orde Baru pernah digulingkan oleh desakan mahasiswa. Semuanya bersatu pada waktu itu, namun sekarang zaman sudah berubah. Tidak sulit kita menemukan sifat individualistik pada mahasiswa,” paparnya.
Walaupun sedikit banyak perubahan itu diikuti oleh perkembangan teknologi, Rohidin menyangkal bahwa individualistik tidak sepenuhnya disebabkan oleh teknologi. “Kolaborasi adalah salah satu yang mencirikan SG dan bisa kita manfaatkan. Kalau dulu mahasiswa berkumpul tatap muka untuk menyatukan opini, sekarang kita juga bisa (menggunakan teknologi), apabila kreatif,” paparnya.
Rohidin menambahkan, teknologi bisa memiliki peranan penting dalam rangka mempermudah urusan kelembagaan, seperti pengaplikasian video untuk efisiensi rapat. Disampaikan Rohidin bahwa SG UII bersifat mandiri. “Ini artinya mahasiswa memiliki dunianya sendiri. Tidak terkooptasi, atau tidak ada campur tangan universitas di dalamnya. Eksistensinya ada dan mandiri, namun hidup di antara sistem-sistem institusi, pemerintah maupun sistem internasional,” pungkasnya.
Adapun pembicara lainnya yang hadir yakni Bagas Wahyu Nursanto selaku Sekretaris Jendral (Sekjend) Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UII periode 2018/2019, M. Syahdi Yusuf selaku Ketua LEM FIAI periode 2019, Naiful Arifin selaku Presiden Direktur Badang Pengelola Aset (BPA) periode 2018/2019, Risang C. Yudhantara selaku Sekjend DPM UII periode 2017/2018, Gandys Marisha Utami selaku Ketua Komisi III DPM UII periode 2017/2018, Dimas Nugraha R. selaku Wakil Ketua DPM UII periode 2018/2019, dan Bayu Mogana Putra selaku Ketua DPM FIAI periode 2018/2019. (IG/RS)