Implementasi Birul Walidain Pada Pepatah Jawa “Mikul Dhuwur Mendhem Jero”

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 لْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ اْلإِيْمَانِ وَاْلإِسْلاَمِ. وَنُصَلِّيْ وَنُسَلِّمُ عَلَى خَيْرِ اْلأَنَامِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ  وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ

Ma’asyiral muslimin wal muslimat, rahimakumullah…..

 Do’a-do’a terbaik dan harapan tentunya dicita-citakan oleh orang tua pada anak-anaknya. Dan di antara salah satu harapan tersebut adalah anak kelak dapat mikul dhuwur mendem jero terhadap orang tuanya. Sebuah peribahasa Jawa yang mungkin sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Lantas bagaimana sebenarnya nilai-nilai serta implementasi dari peribahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari

Dalam budaya Jawa, peribahasa mikul dhuwur mendem jero dipakai dalam konteks suasana dan prosesi pemakaman jenazah seseorang. Pada saat jenazah hendak diberangkatkan dan dibawa ke liang lahat diharapkan anak-anak dari si mayat dapat mikul dhuwur yaitu mengangkat dan memikul tinggi-tinggi jenazah orang tuanya sehingga si mayat akan terhormat di mata para pengiring dan orang-orang sekelilingnya. Hal ini mengandung nilai filosofis bahwa tingkah laku dan perbuatan anak diharapkan mampu menjunjung tinggi nama baik orang tua serta dapat mengangkat harkat, martabat dari derajat orang tuanya baik di mata masyarakat maupun Allah Azza Wa Jalla

Bahkan setelah jenazah dikubur di liang lahat pun orang tua masih mengharapkan agar anak-anaknya senantiasa mengunjunginya (ziarah), memohonkan agar amal ibadah diterima di sisi Allah SWT serta dan memohonkan ampunan atas dosa-dosa semasa hidupnya.

Mencermati hikmah yang terkandung dalam peribahasa Jawa tersebut, tentunya sejalan dengan ajaran islam. Dimana seorang anak wajib berbakti pada kedua orang tuanya (birrul walidain). Perintah mengenai birrul walidain ini tertuang dalam beberapa ayat Al-Qur’an salah satunya dalam potongan Surat An Nisa Ayat 36 berikut ini.

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua

Bahkan Rasulullah saw menyampaikan bahwa Birrul walidain sebagai amalan yang paling dicintai Allah SWT.

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

أيُّ العَمَلِ أحَبُّ إلى اللَّهِ؟ قالَ: الصَّلاةُ علَى وقْتِها، قالَ: ثُمَّ أيٌّ؟ قالَ: ثُمَّ برُّ الوالِدَيْنِ قالَ: ثُمَّ أيٌّ؟ قالَ: الجِهادُ في سَبيلِ اللَّهِ قالَ: حدَّثَني بهِنَّ، ولَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزادَنِي

“’Amal apa yang paling dicintai Allah ‘Azza Wa Jalla?’. Nabi bersabda: ‘Shalat pada waktunya’. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: ‘Lalu apa lagi?’.Nabi menjawab: ‘Lalu birrul walidain’. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: ‘Lalu apa lagi?’. Nabi menjawab: ‘Jihad fi sabilillah’. Demikian yang beliau katakan, andai aku bertanya lagi, nampaknya beliau akan menambahkan lagi” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun untuk dapat mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam peribahasa mikul dhuwur mendem jero ini, orang tua juga mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap anak.
Ketika anak terlahir dalam keadaan fitrah. Sehingga tuntunan  apa yang akan diberikan pada  diri si anak, itulah yang akan menjadi pegangan anak. Dalam bahasa Jawa ada pepatah kacang ora ninggal lanjaran yang bermakna bahwa perilaku anak setidaknya merupakan cermin pembawaan, tauladan dan pendidikan dari orang tua dan keluarganya.

Sehingga ketika orang tua sibuk dengan urusannya sendiri, mengabaikan pendidikan agama dan hak spiritual anak, maka akan  dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Allah SWT. Dalam hal ini kelalaian orang tua dalam menanamkan pendidikan agama pada anak-anaknya dapat menghambat hak orang tua untuk masuk surga. Demikian pula ketika orang tua mempunyai harapan mikul dhuwur mendem jero pada si anak, maka disitu pulalah terdapat tanggung jawab dan kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya.

Ma’asyiral muslimin wal muslimat, rahimakumullah…..

Berbuat baik dan berbakti kepada orang tua adalah keharusan. Bukan sekadar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun menaati perintah Allah dan Rasulullah. Salah satu amalan yang tidak akan pernah putus walau seseorang sudah meninggal dunia yaitu doa dari anak sholeh dan sholehah.

Doa anak dapat menjadi bekal bagi orang tuanya untuk hidup di akhirat nanti. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya:

“Jika seseorang telah meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali 3 perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang sholeh.” (HR. Muslim)

 

Semoga Allah yang maha luas kasih dan sayangnya senantiasa karuniakan kesehatan dan kekuatan pada kita semua, mampu menggenggam nikmat  iman islam dalam berbagai ujian sehingga keselamatan tetap menyertai kita semua hingga yaumil akhir.

Billahitaufiq wal hidayah…

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Penulis : Nuning Guruh Sri Wulandari A.Md