,

Tidak Mudah, Penuh Perjuangan Menjadi Mawapres UII

Menyandang predikat mahasiswa berprestasi bukanlah hal mudah. Butuh perjuangan yang cukup menguras tenaga dan pikiran untuk sampai pada tingkatan tersebut. Mulai dari seleksi berkas, hingga presentasi di hadapan para juri. Demikian perjalanan tiga pemenang mahasiswa berprestasi UII 2020, Shofi Latifah Nuha Anfaresi, Lu’luatul Awaliyah, dan Muhammad Akbar Priandanu.

Mahasiswa berprestasi (Mawapres) adalah mahasiswa yang berhasil mencapai prestasi, baik kurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler, sesuai dengan kriteria yang ditentukan serta memiliki kepribadian yang baik. Tak diragukan, seleksi yang dilakukan pun cukup ketat. Beberapa persayaratan harus dipenuhi mulai dari IPK minimal 3.30, mengumpulkan karya tulis ilmiah, sertifikat prestasi/organisasi/konferensi (bukti partisipasi), dan lainnya.

Pada tahun ini, sebanyak 17 peserta dinyatakan lolos seleksi berkas dan mengikuti pelatihan public speaking. “Masuklah kita pada tahapan selanjutnya, yaitu presentasi Karya Tulis Ilmiah (KTI). Kita diminta presentasi sebanyak dua kali. Pertama dengan bahasa Indonesia, dan yang kedua dengan bahasa Inggris di hadapan Bapak dan Ibu dewan juri yang berbeda,” ungkap Akbar peraih juara ketiga Mawapres UII 2020.

“Sebelum tahapan presentasi berlangsung tentu kita perlu banyak persiapan, yang menuntut kita untuk belajar ekstra sembari mengikuti alur perkuliahan,” lanjut Akbar yang merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi UII angkatan 2017.

Selain Akbar, hal senada juga dirasakan Lu’luatul Awaliyah. Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris ini sempat mengalami kesulitan dalam pembuatan karya tulis. Akan tetapi, berkat kerja keras, tantangan itu bisa ia lalui hingga dinyatakan sebagai juara dua Mawapres UII.

“Terutama dalam hal pembuatan karya tulis, ini sangat menantang bagi saya, bagaimana mendapatkan ide dalam waktu singkat, menghubungi dan bertemu pembimbing, mewawancarai pihak yang bersangkutan dengan objek penelitian, dan sebagainya,” ujar Lu’luatul.

Perjuangan hingga dinyatakan sebagai finalis Mawapres ternyata membutuhkan waktu yang cukup lama. Shofi, Mahasiswi teknik lingkungan (2017), Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) mengaku membutuhkan rentan waktu kurang lebih tiga tahun untuk sampai di raihan juara satu Mawapres UII.

Keikutsertaan Shofi di Mawapres dimulai sejak tiga tahun lalu, saat ia masih di semester satu perkuliahan. Saai itu (2018), ia hanya bisa menempati posisi 20 besar. Sikap pantang menyerah dipegang teguh olehnya. Tahun selanjutnya (2019), ia kembali mengikuti seleksi Mawapres, hingga akhirnya meraih juara 2.

Seolah tidak puas dengan hasil yang dicapai, di tahun ketiga yakni tahun 2020 berbekal ikhtiar, positive thinking, serta sikap tawakkal, Shofi kembali mengikuti seleksi yang penuh tantangan tersebut. Di tahun ketiganya ini, ia dinobatkan sebagai juara 1 Mawapres UII 2020.

“Tujuan saya sebenarnya sederhana, hanya menjalankan tugas yang diamanahi dari dosen untuk dapat membantu mewakili FTSP. Namun saya percaya bahwa mengikuti Mawapres merupakan bagian dari tempat saya belajar, menuntut ilmu, mengevaluasi diri, dan mengenal mahasiswa/i berprestasi tiap tahunnya di UII,” ujar Shofi yang juga Santriwati Pondok Pesantren UII.

Kegembiraan tidak hanya datang dari Shofi maupun Lu’lual Awaliyah. Hal yang sama juga dirasakan Akbar. Ia sama sekali tidak menyangka perjuangannya membuahkan hasil yang baik. “Saya kaget sekaligus bersyukur melihat nama saya ada dalam tiga besar, karena memang teman-teman finalis adalah orang-orang hebat dengan motivasi serta ambisi yang tinggi dengan segudang skill dan prestasi yang mereka miliki,” ujar Akbar.

Selain meraih predikat juara, para finalis juga memperoleh berbagai hal baru. Mulai dari teman, ilmu, hingga pengalaman berharga. Lu’luatul mengisahkan bahwa debutnya di Mawapres telah memberinya banyak pelajaran berharga.

“Saya senang sekali mengikuti Pilmapres UII 2020 ini, saya dapat bertemu dan belajar bersama dengan mahasiswa-mahasiswi UII, trainer, juri yang keren-keren, hebat-hebat, berpengalaman, serta memiliki semangat dan motivasi yang tinggi di UII,” pungkas Lu’luatul Awaliyah.

Begitu halnya dengan Shofi. Selain teman serta pengalaman berharga, hal lain yang ia dapatkan selama ajang Mawapres adalah pengetahuan baru yang sama sekali tidak didapatkan di bangku kuliah. “Saat Mawapres tahun 2019, impromptu dapat pengetahuan baru, saya mendapatkan case bagaimana cara mengatasi terorisme, padahal background saya di air dan lingkungan, wal akhir saya ambil pelajaran dari beberapa mata kuliah yang terkait, yang saya pelajari di Pondok Pesantren UII,” terang Shofi.

Tak ada tuntutan untuk meraih predikat mahasiswa berprestasi. Bagi Lu’luatul, Pilmapres adalah ajang untuk belajar dan mencari pengalaman. “Dalam mengikuti pemilihan ini, be natural dan let it flow aja, tidak ada tuntutan atau menuntut diri saya untuk benar-benar dapat anugerah Mawapres. Lillahita’ala untuk belajar dan cari pengalaman saja, sebab kita semua memiliki passion dan background yang berbeda-beda,” kenang Lu’luatul.

Sebagai juara 1, Shofi berpesan agar setiap mahasiswa hendaknya senantiasa membuat karya yang bermanfaat bagi orang lain, sekecil apapun karya tersebut. Setiap orang punya keunikan dan passion masing masing, gunakan passion ini untuk membuat karya apapun yang bermanfaat, tidak hanya bagi dirimu namun bagi orang lain dan seluruh alam.

“Tidak harus membuat yang besar, hal-hal kecil yang kamu kontribusikan untuk kebaikan alam apapun itu, tentu pada suatu saat akan membuahkan hasil yang baik. Mari berbuat baik, mari menjadi insan yang rahmatan lil ‘alamin,” pesan Shofi. (D/RS)